Oleh : Benny
Prasetiya
(Dosen
STAIM Probolinggo)
Guru juga
dihadapkan dengan harapan masyarakat yang terlalu ‘perfeksionis’ dan
berlebihan. Dalam kondisi yang tidak menentu, masyarakat tetap menuntut agar
guru selalu memiliki idealisme sebagai figure pengajar dan pendidik yang bersih
dari cacat hukum dan moral. Beban guru ini semakin menjadi berat ketika para
siswa atau pelajar sekarang ini semakin masa bodoh terhadap persoalan-persoalan
moral, mereka terjebak dalam sikap yang serba instan. Akibatnya guru merasa
kehilangan cara yang terbaik dan tidak punya nilai edukatif dalam menanggapi
perilaku pelajar.
Menghadapi tantangan dan beban tugas yang
sangat berat tersebut, seorang guru diharapkan untuk lebih meningkatkan
profesionalismenya, sehingga ia tidak gagap ketika mengemban misinya sebagai
penyemai intelektual, pemupuk nilai kemanusiaan,dan penyubur nilai moral kepada
murid-murid.
Paradigma ini yang
memberikan sebuah isyarat bahwa peran
guru pada masa pembangunan sangat penting dalam rangka membentuk integritas
bangsa. Karena bagaimanapun juga pendidikan yang menjadi pengabdian para guru
sangat menentukan keberhasilan pembangunan. Tanpa pendidikan yang baik tidak akan
mungkin tumbuh bangsa yang baik atau yang cerdas sesuai dengan harapan bangsa
yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional Indonesia.
Profesi guru
meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknlogi, sedangkan melatih berarti mengembangkan
keterampilan-keterampilan pada siswa [1]
Mengemban misi tersebut jelas bukan tugas yang ringan. Selain harus memiliki
bekal integritas kepribadian yang tinggi dan keterampilan mengajar yang dapat
diandalkan, guru diharapkan mampu menciptakan iklim belajar mengajar yang
kondusif, sehat dan menyenangkan. Sehingga berangkat dari profesionalisme ini
guru akan tampil sebagai figure yang benar-benar mumpuni, wibawa, disegani dan
memiliki integritas yang tinggi.
Upaya guru dalam mempersiapkan anak didiknya terasa
lebih penting ketika dihadapkan pada sebuah realitas kehidupan saat ini yang syarat dengan kompetitif dan budaya
konsumtif. Untuk menghadapi tantangan tersebut seorang guru harus mampu mencari
terobosan dalam membina dan mengajar anak didiknya guna menghadapi tantangan
zaman yang sudah ada di depan mata. Mengembangkan kreativitas mengajar
merupakan salah satu terobosan yang cukup besar, karena kreativitas sangat
besar pengaruhnya dalam kemajuan hidup. Orang yang mempunyai kreativitas
berarti ia harus lincah, kuat mental, dapat berpikir dari segala arah.
Pada satu sisi kepribadian seorang guru harus menjadi
teladan bagi siswa. Hal ini di karenakan
kepribadian guru mempunyai
pengaruh langsung dan komulatif terhadap perilaku siswa.[2]
Perilaku yang terpengaruh itu antara lain: kebiasaan belajar, disiplin, hasrat
belajar, dan motivasi belajar. Yang dimaksud dengan kepribadian di sini
meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap. Kepribadian yang ditampilkan guru
dalam PBM akan selalu dilihat, diamati, dan dinilai oleh siswa sehingga timbul
dalam diri siswa persepsi tertentu tentang kepribadian guru.
Urgensi kepribadian Guru dalam membentuk karakter Siswa
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh
terhadap seorang guru. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia akan
menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi
perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya.[3]Perilaku
guru dalam mengajar secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh
terhadap motivasi belajar siswa baik yang sifatnya positif maupun negatif,
Artinya, jika kepribadian yang ditampilkan guru dalam mengajar sesuai dengan harapan
siswa, maka siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik.
Menurut asal katanya, kepribadian atau personality
berasal dari bahasa Latin personare, yang berarti mengeluarkan suara (to
sound through). Istilah ini digunakan untuk menunjukkan suara dari
percakapan seorang pemain sandiwara melalui topeng (masker) yang
dipakainya. Pada mulanya istilah persona berarti topeng yang dipakai oleh
pemain sandiwara, di mana suara pemain sandiwara itu diproyeksikan. Kemudian
kata persona itu berarti pemain sandiwara itu sendiri.[4]
Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sartain,
istilah personality terutama menunjukkan suatu organisasi/susunan daripada
sifat-sifat dan aspek-aspek tingkah laku lainnya yang saling berhubungan di
dalam suatu individu. Sifat-sifat dan aspek-aspek ini bersifat psikofisik yang
menyebabkan individu berbuat dan bertindak seperti apa yang dia lakukan, dan
menunjukkan adanya ciri-ciri khas yang membedakan individu itu dengan individu
yang lain. Termasuk di dalamnya: sikapnya, kepercayaannya, nilai-nilai dan
cita-citanya, pengetahuan dan keterampilannya, macam-macam cara gerak tubuhnya,
dan sebagainya.[5]
Kepribadian itu relatif stabil. Pengertian stabil di
sini bukan berarti bahwa kepribadian itu tetap dan tidak berubah. Di dalam
kehidupan manusia dari kecil sampai dewasa/tua, kepribadian itu selalu
berkembang, dan mengalami perubahan-perubahan. Tetapi di dalam perubahan itu
terlihat adanya pola-pola tertentu yang tetap. Makin dewasa orang itu, makin
jelas polanya, makin jelas adanya stabilitas.
Istilah sifat atau karakteristik dapat diartikan
sebagai ciri-ciri, sedangkan istilah kepribadian dalam arti sederhana berarti
sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang
membedakan dirinya dari yang lain. Kepribadian
(personality) sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Selanjutnya
dari tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau
kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya)
dengan aspek perilaku behavioral (perbuatan nyata). Aspek-aspek ini berkaitan
secara fungsional dalam diri seorang individu, sehingga membuatnya bertingkah
laku secara khas dan tetap. [6]
Dari uraian di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa
karakteristik kepribadian adalah ciri-ciri perilaku psikofisik atau
rohani-jasmani yang kompleks dari individu, sehingga tampak dalam tingkah
lakunya yang khas. Demikian pula halnya dengan guru sebagai individu, memiliki
sejumlah ciri-ciri sifat yang khas.
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia, maka
setiap calon guru dan guru professional sangat diharapkan memahami bagaimana
karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya yang diperlukan sebagai panutan
para siswanya. Secara konstitusional, guru hendaknya berkepribadian Pancasila
dan UUD '45 yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, disamping ia
harus memiliki kualifikasi (keahlian yang diperlukan) sebagai tenaga pengajar
(Pasal 28 ayat (2) UUSPN/ 1989).[7]
Kepribadian
guru mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup dan
kebiasaan-kebiasaan belajar para siswa. Yang dimaksud dengan kepribadian di
sini meliputi: pengetahuan, keterampilan, ideal, sikap, dan juga persepsi yang
dimiliki guru tentang orang lain. Lebih lanjut, Hamalik mengemukakan sejumlah
karakteristik guru yang disenangi oleh para siswa adalah guru-guru yang: demokratis, suka bekerja sama (kooperatif),
baik hati, sabar, adil, konsisten, bersifat terbuka, suka menolong, ramah
tamah, suka humor, memiliki bermacam ragam minat, menguasai bahan pelajaran,
fleksibel, dan menaruh minat yang baik terhadap siswa.[8]
Wijaya mengemukakan bahwa" keberhasilan seorang
guru dalam PBM harus didukung oleh kemampuan pribadinya". Kemampuan
pribadi guru dalam PBM tersebut secara rinci sebagai berikut[9]:
a. Kemantapan dan Integritas Pribadi
Seorang guru dituntut untuk dapat bekerja teratur dan
konsisten, tetapi kreatif dalam menghadapi pekerjaannya sebagai guru. Menurut
Hamalik kemantapannya dalam bekerja, hendaknya merupakan karakteristik
pribadinya sehingga pola hidup seperti ini terhayati pula oleh siswa sebagai
terdidik. Kemantapan dan integritas pribadi ini tidak terjadi dengan
sendirinya, melainkan tumbuh melalui suatu proses belajar yang sengaja
diciptakan. Dengan kemantapan dan integritas pribadi yang tinggi, maka setiap
permasalahan yang dihadapi akan terpecahkan dan akan berpengaruh terhadap
ketenangan PBM.
b. Peka terhadap Perubahan dan Pembaruan
Guru harus peka baik terhadap apa yang sedang
berlangsung di sekolah maupun yang sedang berlangsung di sekitarnya. Ini
dimaksudkan agar apa yang dilakukan di sekolah tetap konsisten dengan kebutuhan
dan tidak ketinggalan zaman. Pembaruan dalam pengertian kependidikan merupakan
suatu upaya lembaga pendidikan untuk menjembatani masa sekarang dan masa yang
akan datang dengan jalan memperkenalkan program kurikulum atau metodologi
pengajaran yang baru.
c. Berpikir
Alternatif
Guru harus mampu berpikir dan mampu memecahkan masalah
yang dihadapi dalam PBM. Mampu memberikan berbagai alternatif jawaban dan
memilih salah satu alternatif untuk kelancaran PBM.
d. Adil, Jujur, dan Objektif
Adil, jujur, dan objektif dalam memperlakukan dan juga
menilai siswa dalam PBM merupakan hal yang harus dilaksanakan oleh guru. Adil
artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan jujur adalan tulus ikhlas
dan menjalankan fungsinya sebagai guru, sesuai dengan peraturan dan norma-norma
yang berlaku. Objektif artinya benar-benar menjalankan aturan dan kriteria yang
telah ditetapkan, tidak pilih kasih dan lain sebagainya.
e. Berdisiplin dalam Melaksanakan Tugas
Dalam pendidikan yang dimaksudkan dengan disiplin
adalah keadaan tenang atau keteraturan sikap atau keteraturan tindakan.
Disiplin merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Agar
disiplin dapat dilaksanakan dalam proses pendidikan maka perlu melaksanakan
tata tertib dengan baik oleh guru maupun siswa, taat terhadap kebijakan dan
kebijaksanaan yang berlaku, serta menguasai diri dan instropeksi.
f. Diet dan Tekun Bekerja
Keuletan dan ketekunan bekerja tanpa mengenal lelah
dan tanpa pamrih merupakan hal yang harus dimiliki oleh guru. Guru tidak akan
berputus asa apabila menghadapi kegagalan dan akan terus berusaha mengatasinya.
g. Berusaha Memperoleh Hasil Kerja Yang Sebaik-baiknya
Dalam mencapai hasil kerja, guru diharapkan akan
selalu meningkatkan diri, mencari cara-cara baru, menjaga semangat kerja,
mempertahankan dedikasi dan loyalitas yang tinggi agar mutu pendidikan selalu
meningkat, pengetahuan umum yang dimilikinya selalu bertambah.
h. Simpatik dan Menarik, Luwes, Bijaksana dan
Sederhana dalam Bertindak
Guru harus simpatik dan menarik karena dengan sifat
ini akan disenangi oleh para siswa. Keluwesan juga harus dimiliki oleh guru
karena dengan sifat ini guru akan mampu bergaul dan berkomunikasi dengan baik.
Kebijaksanaan dan kesederhanaan akan menjalin keterkaitan batin antara guru
dengan siswa. Dengan adanya keterkaitan tersebut, guru akan mampu mengendalikan
PBM yang diselenggarakannya
i. Bersifat Terbuka
Kesiapan mendiskusikan apapun dengan lingkungan tempat
ia bekerja, baik dengan murid, orang tua, teman sekerja, ataupun dengan
masyarakat sekitar sekolah, merupakan salah satu tuntutan terhadap guru, la
diharapkan mampu menampung aspirasi berbagai pihak, bersedia menjadi pendukung,
dan terus berusaha meningkatkan serta memperbaiki suasana kehidupan sekolah
berdasarkan kebutuhan dan tuntutan berbagai pihak.
j. Kreatif
Guru harus kreatif, dan untuk memperoleh kreativitas
yang tinggi sudah barang tentu guru harus banyak bertanya, banyak belajar, dan
berdedikasi tinggi.
k. Berwibawa
Kewibawaan harus dimiliki oleh guru, sebab dengan
kewibawaan, PBM akan terlaksana dengan baik, berdisiplin, dan tertib. Dengan
demikian, siswa akan taat dan patuh pada peraturan yang berlaku sesuai dengan
apa yang dijelaskan oleh guru.
Syah mengemukakan dua karakteristik kepribadian yang
berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya sebagai berikut:
Pertama Fleksibilitas kognitif
guru. Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan
berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi
tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir
dan beradaptasi, memiliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah
cipta yang premature (terlalu dini) dalam pengamatan dan pengenalan, berpikir
kritis. Dalam PBM, flesibilitas kognitif guru terdiri atas tiga dimensi, yakni:
(a) dimensi karakteristik pribadi guru, (b) dimensi sikap kognitif guru terhadap
siswa, dan (c) dimensi sikap kognitif guru terhadap materi pelajaran dan metode
mengajar; kedua keterbukaan
psikologis pribadi guru. Keterbukaan psikologi guru merupakan dasar kompetensi
profesional (kemampuan dan kewenangan melaksanakan tugas) keguruan yang harus
dimiliki oleh setiap guru, sebab: pertama, keterbukaan psikologis
merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk
memahami pikiran dan perasaan orang lain. Kedua, keterbukaan psikologis
diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan antarpribadi guru dan pribadi
siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya
secara bebas dan tanpa ganjalan. Guru yang terbuka secara psikologis ditandai
dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan
faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan
pendidikan tempatnya bekerja, mau menerima kritik secara ikhlas, memiliki
empati (emphaty), yakni respons afektif terhadap pengalaman emosional dan
perasaan tertentu orang lain.[10]
Di samping syarat-syarat tersebut tentu saja masih
banyak lagi syarat lain yang harus dimiliki oleh guru sebagaimana yang
dipaparkan oleh M Ngalim Purwanto yang
memberikan arah yang cukup konstruktif
terhadap sifat yang harus dimiliki guru, antara lain Adil, Percaya dan suka kepada
murid-muridnya, Sabar dan rela berkorban,Memiliki pembawa (gezag)
terhadap anak-anak, Penggembira,
Bersikap baik terhadap masyarakat, Benar-benar menguasai mata pelajarannya, Suka kepada mata pelajaran yang diberikannya, Berpengetahuan luas
Guru pula yang memberi dorongan agar peserta didik
berani berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk bertanggung jawab terhadap
setiap perbuatannya. Guru juga bertindak sebagai pembantu ketika ada peserta
didik yang buang air kecil, atau muntah di kelas, bahkan ketika ada yang buang
air besar di celana. Guru yang menggendong peserta didik ketika jatuh atau
berkelahi dengan temannya, menjadi perawat, dan lain-lain yang sangat menuntut
kesabaran, kreatifitas dan profesionalisme [11]
Memahami uraian di atas, betapa besar jasa guru dalam
membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran
dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan
masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa.
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan
memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat
mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif,
profesional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut: Pertama Orang tua yang penuh kasih
sayang pada peserta didiknya. Kedua Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan
perasaan bagi para peserta didik.Ketiga
Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik
sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya. Keempat
Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui
permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya. Kelima Memupuk rasa percaya diri,
berani dan bertanggung jawab. Keenam
Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi) dengan
orang lain secara wajar. Ketujuh
Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antarpeserta didik, orang lain, dan
lingkungannya. Kedelapan
Mengembangkan kreativitas. Kesembilan
Menjadi pembantu ketika diperlukan.[12]
Penutup
Memahami uraian di atas, betapa besar jasa guru dalam
membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran
dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan
masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa.
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan
memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat
mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif,
profesional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut: Pertama Orang tua yang penuh kasih
sayang pada peserta didiknya. Kedua Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan
perasaan bagi para peserta didik.Ketiga
Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik
sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya. Keempat
Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui
permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya. Kelima Memupuk rasa percaya diri,
berani dan bertanggung jawab. Keenam
Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi) dengan
orang lain secara wajar. Ketujuh
Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antarpeserta didik, orang lain, dan
lingkungannya. Kedelapan
Mengembangkan kreativitas. Kesembilan
Menjadi pembantu ketika diperlukan.[13]
Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil atau idola seluruh kehidupannya. Itulah kesan
terhadap guru sebagai sosok yang ideal, sedikit saja guru berbuat yang kurang
atau tidak baik, akan mengurangi
kewibawaannya dan kharisma pun secarta perlahan lebur dari jati dirinya bahkan
bisa juga ia dicaci maki dengan sinis hanya karena kealpaan berbuat kebaikan.
Meskipun kejahiliannya itu bak setetes air dalam daun talas. Keburukan perilaku
anak didik cenderung diarahkan pada kegagalan guru pembimbing dan pembina anak
didik karena faktor kepribadian guru yang sangat sensitif. Semoga Guru-guru
kita memiliki karakteristik seperti yang terdeskripskan di atas sehingga mampu
mengantarkan para siswa yang memiliki standarisasi kepribadian yang baik.
Referensi
:
Uzer Usman, Moh,
Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999)
Oemar Hamalik.Psikologi
belajar dan mengajar. (Bandung: Sinar baru Algensindo,2000).
Muhibbin Syah. Psikologi
pendidikan (Bandung: Rosdakarya, 1996)
E Mulyasa..Menjadi
guru Profesional. (Bandung: Rosdakarya.2005)
Oemar Hamalik.Psikologi belajar dan mengajar.
(Bandung: Sinar baru Algensindo,2000).h.34,39
Cece Wijaya.kemampuan
dasar guru dalam dalam proses belajar mengajar( Bandung : Rosdakarya:1994
[1] Uzer Usman, Moh, Menjadi
Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999)
[4] M.
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan. ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.
154
[5] ibid
[6] Muhibbin
Syah. Psikologi pendidikan (Bandung: Rosdakarya, 1995) h. 226
[7] ibid. h
227
[8] Oemar Hamalik.Psikologi belajar dan
mengajar. (Bandung: Sinar baru Algensindo,2000).h.34,39
[9]
Cece Wijaya.kemampuan dasar guru dalam dalam proses belajar mengajar(
Bandung : Rosdakarya:1994) h. 13-21
[10]
Muhibbin Syah. Op cit. h. 227-230
[11] E
Mulyasa..Menjadi guru Profesional. (Bandung: Rosdakarya.2005) h. 36
[12] Ibid.
h. 34
[13] Ibid.
h. 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar Yang Konstruktif Ya ...